Mengendalikan emosi.
Emosi dan perasaan akan bergolak dikarenakan dua hal; kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah.”
(Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.) (QS. AL-Hadid:25)
Emosi dan perasaan akan bergolak dikarenakan dua hal; kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah.”
Dan Allah berfirman,
((Kami jelaskan yang
demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari
kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu.) (QS.
Al-Hadid:23)
Maka dari itulah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya kesabaran itu ada pada benturan yang pertama.”
Barangsiapa mampu menguasai perasaannya dalam setiap
peristiwa, baik yang memilukan dan juga yang menggembirakan, maka dialah orang
yang sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Karena itu
pula, ia akan memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan dikarenakan keberhasilannya
mengalahkan nafsu. Allah SWT menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang
senang bergembira dan berbangga diri. Namun, menurut Allah, ketika ditimpa kesusahan
manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat
kikir. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya. Itu karena merekalah orang-orang yang mampu berdiri seimbang di
antara gelombang kesedihan yang keras dan dengan luapan kegembiraan yang
tinggi. Dan mereka itulah yang akan senantiasa bersyukur tatkala mendapat
kesenangan dan bersabar tatkala berada dalam kesusahan.
Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan,
menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka
kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh
tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah,
nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya.
Adapun saat mengalami kegembiraan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah
lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.
Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia
cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang
tidak ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai
orang lain, maka orang itu akan terus ia puja dan sanjung setinggi-tingginya
seolah-olah tak ada cacatnya. Dalam sebuah hadits dikatakan: “Cintailah orang yang engkau cinta
sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi musuhmu di lain waktu, dan
bencilah musuhmu itu sewajarnya, karena siapa tahu dia menjadi sahabatmu di
lain waktu.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, “Ya Allah saya minta pada-Mu keadilan pada
saat marah dan lapang dada.”
Barangsiapa mampu menguasai emosinya, mengendalikan akalnya
dan menimbang segalanya dengan benar, maka ia akan melihat kebenaran, akan tahu
jalan yang lurus dan akan menemukan hakekatnya.
(Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.) (QS. AL-Hadid:25)
Islam mengajarkan keseimbangan norma, budi pekerti, dan
perilaku sebagaimana ia mengajarkan manhaj
yang lurus, syariat yang diridhai, dan agama yang suci.
(Dan, demikianlah
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan.) (QS. Al-Baqarah:143)
Keadilan merupakan tuntutan yang ideal sebagaimana ia
dibutuhkan dalam penerapan hukum. Itu terjadi, karena pada dasarnya Islam
dibangun di atas pondasi kebenaran dan keadilan. Yakni, benar dalam
memberitakan berita-berita Ilahi dan adil dalam menetapkan hukum, mengucapkan
perkataan, melakukan tindakan dan berbudi pekerti. Dan,
(Telah sempurnalah
kalimat Rabb-mu (al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil.) (QS. Al-An;am:115)
Sumber; La Tahzan (Dr. Aidh al-Qarni)
Komentar
Posting Komentar