Langsung ke konten utama

Sebuah Kehormatan di Agriyaponik Cibubur: Orasi, Kolaborasi, dan Mimpi Tentang Ketahanan Pangan (An Honor at Agriyaponik Cibubur: A Speech, A Collaboration, and A Shared Dream of Food Security)

Pada hari Jumat, 23 Mei 2025, saya mendapatkan kehormatan luar biasa untuk memenuhi undangan dari Bapak Paul Soetopo, seorang tokoh inspiratif yang begitu peduli terhadap integrasi pertanian berkelanjutan. Kami bertemu di kediamannya yang sekaligus menjadi pusat kegiatan farming integration bernama Agriyaponik, yang terletak di kawasan hijau Cibubur.

Begitu saya tiba di lokasi, saya langsung merasakan semangat kolaborasi dan inovasi yang begitu kental. Agriyaponik bukan hanya sebuah lahan pertanian, melainkan living lab—tempat di mana ide-ide hijau tumbuh dan berbuah nyata. Di sana terdapat peternakan ayam petelur Omega, lele organik, serta beragam tanaman hidroponik yang ditanam secara organik dan terintegrasi.

Yang membuat saya semakin bangga, adalah karena Rumah Tempe Indonesia—usaha yang saya bangun bersama ayah saya sejak 2012 di Bogor—ikut menjadi bagian penting dari ekosistem ini. Tempe dan tahu yang diproduksi di sana merupakan hasil kolaborasi dengan Agriyaponik, sekaligus menjadi salah satu bentuk nyata misi kami sebagai pusat inovasi tempe di Indonesia.

Hari itu pun terasa lebih istimewa karena bertepatan dengan acara pisah sambut Camat Ciracas, dari Pak Yus Wil kepada pejabat baru. Saya mendapatkan kesempatan yang tak ternilai: berdiri di hadapan para tamu dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan orasi singkat tentang pentingnya kedaulatan pangan lokal, kolaborasi lintas sektor, dan peran wirausaha dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

Dalam orasi tersebut, saya berbagi cerita tentang perjalanan Rumah Tempe Indonesia, nilai-nilai yang kami pegang, serta visi kami untuk menjadikan tempe bukan hanya makanan rakyat, tetapi juga simbol inovasi, keberlanjutan, dan kebanggaan bangsa.

Kunjungan ke Agriyaponik dan momentum orasi ini menjadi refleksi bagi saya pribadi—bahwa membangun usaha bukan sekadar soal keuntungan, tapi juga tentang kontribusi. Kontribusi terhadap lingkungan, masyarakat, dan masa depan Indonesia.

Terima kasih Pak Paul Soetopo atas undangan dan inspirasinya. Semoga sinergi ini terus berlanjut dan mengakar, demi ketahanan pangan dan masa depan yang lebih hijau.

On Friday, May 23, 2025, I had the great honor of accepting an invitation from Mr. Paul Soetopo—a visionary figure deeply committed to sustainable agriculture. We gathered at his residence in Cibubur, which also serves as the home of an integrated farming project called Agriyaponik.

From the moment I arrived, I could feel the spirit of collaboration and innovation in the air. Agriyaponik is more than just a farm—it's a living laboratory, where sustainable ideas are grown and nurtured into real-world impact. The site includes Omega-rich laying hens, organic catfish farming, and a variety of hydroponic organic vegetables grown in harmony with nature.

What made me especially proud was the fact that Rumah Tempe Indonesia—the social enterprise I co-founded with my father in 2012 in Bogor—has become a key part of this ecosystem. The tempeh and tofu served there are supported directly by our team, and it reinforces our mission as a center of tempeh innovation in Indonesia.

The event was made even more special as it coincided with the farewell and welcoming ceremony for the Ciracas sub-district head, marking the transition from Mr. Yus Wil to the new official. During the program, I was given the incredible opportunity to deliver a short speech to the guests and local leaders.

In that moment, I shared the story of Rumah Tempe Indonesia—our values, our vision, and our belief in tempeh as not only a nutritious staple, but also a symbol of innovation, sustainability, and national pride. I emphasized the critical role of local food sovereignty, cross-sector collaboration, and entrepreneurship in shaping a better, more resilient future for Indonesia.

This visit to Agriyaponik and the opportunity to speak publicly was a powerful reminder for me—building a business is not just about profit, but about purpose. A purpose that contributes to our communities, to the environment, and to the generations to come.

Thank you, Mr. Paul Soetopo, for your kind invitation and your inspiration. May this collaboration continue to grow roots and bear fruit—for food security, for sustainability, and for a greener Indonesia.

Bela Putra Perdana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewirausahaan : Teori Life Path Change

Menurut Shapero dan Sokol (1982) dalam Sundjaja (1990), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak memali proses yang direncanakan. Antara lain disebabkan oleh: a.       Negative displacement       Seseorang bisa saja menjadi wirausaha gara-gara dipecat dari tempatnya bekerja, tertekan, terhina atau mengalami kebosanan selam bekerja, dipaksa/terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena sudah memasuki usia pensiun atau cerai perkawinan dan sejenisnya.        Banyaknya hambatan yang dialami keturunan Cina untuk memasuki bidang pekerjaan tertentu (misalnya menjadi pegawai negeri) menyisakan pilihan terbatas bagi mereka. Di sisi lain, menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya, menjadi wirausaha pada kondisi seperti ini adalah pilihan terbaik karena sifatnya yang bebas dan tidak bergantung p...

Kalau saja aku mampu-Fiersa Besari

Puisi karya Fiersa Besari Marry me? via unplash Kalau saja aku mampu, sudah kukejar langkahmu agar kita dapat berjalan berdampingan. Kalau saja aku mampu, sudah kuhiasi hari-harimu dengan penuh senyuman. Kalau saja aku mampu, sudah kutemani dirimu saat dirundung kesedihan. Kalau saja aku mampu, sudah kupastikan bahwa aku pantas untuk kau sandingkan. Kalau saja aku mampu, sudah kubalikkan waktu agar saat itu tak jadi mengenalmu. Kalau saja aku mampu, sudah kuarungi hariku tanpa harus memikirkanmu. Kalau saja aku mampu, sudah kutarik jiwaku yang ingin berada di sebelahmu. Kalau saja aku mampu, sudah kuminta hatiku agar berhenti merasakanmu. Tapi, aku mampu untuk memandangimu dari kejauhan tanpa pernah berhenti mendoakan. Aku juga mampu menjadi rumah untukmu, menunggumu yang tak tahu arah pulang. Sungguh aku mampu merindukanmu tanpa tahu waktu, tanpa sedikitpun alasan. Untukmu, aku mampu. Karena kau pantas dengan semua pengorbanan. " Rasa yang tidak t...

Kewirausahaan : Tujuan Pembentukan Wirausaha

      Teori-teori diatas sudah menjelaskan mengenai bagaimana proses seseorang dapat menjadi wirausaha. Walau teori tersebut masing-masing berdiri sendiri, sebenarnya ke empat teori tersebut saling mengisi. Dengan memadukan ke empat teori tersebut dapat menjadi model tahapan pembentukan yang sifatnya lebih komprehensif. Tahapan tersebut adalah: Deficit equilibrium Seseorang merasa adanya kekurangan dalam dirinya dan berusaha untk mengatasinya. Kekurangan tersebut tidak harus berupa materi saja, namun dapat juga berupa ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri (motivasi, standar internal, dan lain-lain). Deficit equilibrium dapat pula terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti jika seseorang mendapat tekanan atau hinaan, misalnya baru keluar dari penjara, serta mendapat dukungan dari orang lain (Shapero & Sokol, 1982). Pengambilan keputusan menjadi wirausaha Perasaan kekurangan mendorong dia untuk mencari pemecahannya , untuk itu dia me...