Hi
Melanjutkan Q&A yang minggu kemarin nih, silahkan di simak
**
π*1. Jika terlalu banyak pengalaman buruk di masa lalu, broken home, sering dibully juga, dan memamg sempat kena disorder yg serius ditangani psikolog*
*Untuk deal sama toxic nya biasanya berapa lama ya kak? Dan adakah cara efektif supaya bisa menerima semua pengalaman2 tidak menyenanhkan di masa lalu?*
Dear,
Pertanyaanmu tentang berapa lama sebenarnya sederhana bisa saya jawab bergantung pada kondisi (seberapa *willing* dan *ready* individu mau menerima) tapi yang saya pikirkan adalah bagaimana literasi tentang kesehatan mental. Kamu tidak sendiri, bukan hanya kamu yang hidup dengan *disorder yang serius* seperti yang kamu bilang.
Saya berikan preambule ttg perkembangan riset kesehatan mental, supaya kita lebih terliterasi pentingnya membawa isu kesehatan mental di ranah publik.
Semua orang punya hidup dengan permasalahannya masing-masing. Bisa saya katakan bahwa *tidak ada manusia yang hidupnya steril* . Kemudian pernah ditangani psikolog sebetulnya normal saja, seperti individu yang dalam penanganan Onkologis (dokter ahli kanker), hanya saja stigma yang berkembang di masyarakat bahwa gangguan mental itu hal yang tabu. Padahal korelasi kesehatan mental itu berimplikasi pada banyak hal misalnya produktifitas, WHO punya indikator namanya DALY(Disabilty Life years - selama masa hidup seseorang berapa tahun waktu dia produktif, berapa tahun gangguan mental membuatnya menjadi seorang disabilitas).
Sekarang bayangkan individu dengan depresi, menjadi disable. Bayangkan lagi jika misalnya terjadi pada 1% di negara berpenduduk 200Jt jiwa. Sudah berapa *potensi ekonomi yang hilang* akibat jobless karena depresi. Belum lagi beban negara untuk perawatan, beban mental care giver (keluarga), beban sosial dsb. Laporan WHO 2017 di dunia ada 300juta orang hidup dengan depresi dan angka ini terus meningkat.
Artinya apa?
Saya tidak tahu *disorder serius* seperti apa yang kamu maksud. Tapi jika kamu dalam penanganan psikolog karena depresi, bisa kita katakan ada 299,9 juta orang lain bersamamu.
Nah, jika mau sedikit kritis dengan analogi
Kenapa kita bisa berempati kanker, tapi tidak dengan depresi. Kan sama-sama gangguan, sama-sama butuh bantuan, butuh penanganan dsb. Karena literasi kesehatan mental kita masih perlu ditingkatkan.
Kembali lagi ke pertanyaan
*Bagaimana cara efektif menerima pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu?*
Kamu bisa coba *self-disclosure* artinya membuka diri pada pengalaman itu. Bisa dimulai dengan orang-orang terdekat yang kamu percaya, atau bisa bergabung di kelompok tertentu yang punya isu serupa. Atau langkahmu ke psikolog mencari pertolongan profesional juga sudah sangat baik. Ini tanda bahwa sudah ada *willingness* . Dengan *self-disclosure pada lingkungan yang tepat* maka ddukungan diharapkan muncul untuk menjadi lebih baik. Semua yang saya ceritakan ini tentunya butuh proses, maka *perkenankan* dirimu berproses dan merasakan. Terima *(accept)* , maafkan *(forgive)* dan cintai dirimu.
Semoga membantu. ππ
*
*2. Gimana cara membuat kebahagiaan sendiri, tanpa bergantung pada orang lain?*
Halo…. Saya kurang sepakat dengan menyebut _membuat_ karena bagi saya kebahagiaan itu *sudah ada* tinggal mau kah kita berusaha menemukannya.
Bagaimana bahagia tanpa bergantung pada orang lain. Saya kritisi sedikit, jika memandang bahwa manusia sebagai _zoon politicon_ artinya manusia sebagai makhluk sosial maka kita selalu butuh orang lain.
Ketika merasa belum bahagia, barangkali kita perlu mengenali dan menerima *self-accepatance* yang lebih dalam ke diri sendiri. Lihat lagi _old toxic pattern_ yang ada. Sadari, rasakan, terima, dan maafkan.
Kemudian, selalulah ingat bahwa kedaulatan diri penting, sehingga ke diri sendirilah yang memegang kendali. Ketika kebahagiaan bergantung pada orang lain, artinya kitalah yang memperkenankan orang menentukan kebahagiaan di kehidupan kita.
Caranya sederhana: *berbahagialah* , *_reclaim your own deep joy and happiness_*
Stimulasi kebahagiaan diri dengan afirmasi positif sambil melakukan tapping seperti yang saya paparkan.
Beberapa kalimat afirmasi yang bisa digunakan
*saya dicintai dan diberkahi. Saya mencintai diri saya apa adanya*
*Saya memperkenankan diri melalui hidup dengan penuh cinta dan kedamaian*
*Saya mencintai setiap bagian dalam diri dalam pikiran, tubuh, dan jiwa. Saya bahagia dan merangkul diri saya sepenuhnya*
*Damai dan harmoni selalu mengalir dalam diri saya, saya merasa tenang bahagia dan relax*
*
*3. saya Nafiah peserta seminar. Saya mau tanya. Jika seumpama Teman2 saya mengira saya kurang bahagia karena belum punya pasanganlah, sendirilah, single terus kemana2sendiri, mandiri. Tapi menurut saya sendiri utk saat ini udh bisa bikin saya bahagia, saya senang bisa melakukan apa-apa secara mandiri. Itu utk mengubah prespektif teman saya itu bagaimana?*
*Dear, Nafiah*
Temukan alasan mengapa perspektif teman-teman perlu diubah? atau mungkin sebaliknya, diri sendiri yang perlu berubah.
*Ingat,perubahan yang efektif akan terjadi jika individu *merasa* perlu, mau berubah, *willing* dan siap ( *ready* ) untuk berubah.
*
*4. Jadi gini, di lingkungan kerja saya ada laki2 yang bagi saya perilaku yg ia tampakan pada saya membuat tidak nyaman dan terlebih rasa bahagiaku menjalani pekerjaan seketika berubah jadi acak kadut (males, gak bersemangat). Ini bukan berburuk sangka atas segala kebaikannya tapi ini lebih kepada sikap kewaspadaan saya atas sikap beliau yg bagi saya itu terlalu berlebihan. Dan kebaikan2 yg ia lakukan kpd saya beda dgn kpd yg lainnya. Jadi kaya diri saya itu dispesialkan, padahal saya paling ndak suka di seperti itukan. Dan perilaku beliaulah kadang yang membuat saya menjalani pekerjaan tidak nyaman juga ndak happy bawaannya. Kadang muncul juga rasa benci kpd orang tsb saking sudah enegnya atas perilaku beliau tp masih bisa ditahan dg saya berperilaku biasa aja. Gimana si ka menghilangkan rasa kebencian ini yg kdg muncul atas kekesalan sikap org lain thdp kita dan mengubah suasana kerja saya juga nyaman terlebih agar orang itu juga tahu batasan berperilaku dgn yg lainnya. sewajarnya?*
Dear, sudah sangat baik mampu mengenali emosi benci. Kemudian benci ini adalah isu yang menjadi fokus
Secara praktis, kamu bisa mengambil suatu waktu tanpa gangguan, posisikan diri dengan nyaman dan rileks, bisa sambil memejamkan mata.
Ambil lah jarak dengan diri, berposisilah sebagai *pengamat*. Temui benci dalam dirimu, ajak dia berdialog tanyakan
1. Apa yang benci inginkan darimu?
2. Benci melidungimu dari apa?
Terima, maafkan dan sayangi benci. Jika tahapan ini berhasil maka kamu bisa mengelola benci. Sekali lagi perubahan memerlukan proses perkenankan diri berproses.
Mari kita rasionalkan, dari sekian banyak emosi yang ada mengapa yang muncul benci?
Jika ada kemampuan memunculkan benci, maka seharusnya ada kemampuan yang sama untuk memunculkan emosi yang lebih positif.
Semoga cukup membantu
*
*5. Terlalu memikirkan penilaian orang lain terhadap kita.. itu kah ciri tidak bahagia?*
*Lalu bagaimana meminimalisir tidak memikirkan penilaian orang lain terhadap diri kita?*
*Dan juga bagaimana agar kita bisa bahagia tanpa harus memenuhi segala keinginan orang lain agar kita ini berbuat ini ini dan itu ?*
Halo, pertanyaannya serupa tapi tak sama. Silahkan merujuk jawaban saya di pertanyaan nomer 2, atau bisa dilihat kembali paparan semalam. *Dalam hal ini, perkenankan diri berproses, mau, dan siap*
Selamat berproses :)
πAlhamdulillah.
Ketika kita melangkah, maka kemudian masuklah, terima semua pengalamannya, dan maafkan hal-hal yang diluar kendali. Karena kita manusia terbatas.
Sekian dari saya, mohon ijin undur diri. Terima kasih untuk kebersamaannya, semoga kebahagiaan senantiasa meliputi kita semua.
Selamat berproses ☺ππ
Wassalamualaikum Warahmatullah
**
Berikut lanjutan Q&A kenapa aku tidak bahagia. Semoga mulai malam ini sampai malam-malam berikutnya kita tidak lupa untuk selalu bahagia, ya.
Sebelum tidur, coba kamu sebutkan tiga hal yang buat kamu bahagia hari ini lalu di catat! Nanti suatu hari dimana mood mu kurang baik, coba buka lagi deh buku catatanmu. Bilang sama diri kamu kalau misalnya bahagia itu sementara, maka kesedihan yang kamu rasakan pun sifatnya sementara juga. Coba lebih dekat yuk, sama yang maha membolak-balikkan hati manusia.
Semoga bermanfaat
Salam
Melanjutkan Q&A yang minggu kemarin nih, silahkan di simak
**
π*1. Jika terlalu banyak pengalaman buruk di masa lalu, broken home, sering dibully juga, dan memamg sempat kena disorder yg serius ditangani psikolog*
*Untuk deal sama toxic nya biasanya berapa lama ya kak? Dan adakah cara efektif supaya bisa menerima semua pengalaman2 tidak menyenanhkan di masa lalu?*
Dear,
Pertanyaanmu tentang berapa lama sebenarnya sederhana bisa saya jawab bergantung pada kondisi (seberapa *willing* dan *ready* individu mau menerima) tapi yang saya pikirkan adalah bagaimana literasi tentang kesehatan mental. Kamu tidak sendiri, bukan hanya kamu yang hidup dengan *disorder yang serius* seperti yang kamu bilang.
Saya berikan preambule ttg perkembangan riset kesehatan mental, supaya kita lebih terliterasi pentingnya membawa isu kesehatan mental di ranah publik.
Semua orang punya hidup dengan permasalahannya masing-masing. Bisa saya katakan bahwa *tidak ada manusia yang hidupnya steril* . Kemudian pernah ditangani psikolog sebetulnya normal saja, seperti individu yang dalam penanganan Onkologis (dokter ahli kanker), hanya saja stigma yang berkembang di masyarakat bahwa gangguan mental itu hal yang tabu. Padahal korelasi kesehatan mental itu berimplikasi pada banyak hal misalnya produktifitas, WHO punya indikator namanya DALY(Disabilty Life years - selama masa hidup seseorang berapa tahun waktu dia produktif, berapa tahun gangguan mental membuatnya menjadi seorang disabilitas).
Sekarang bayangkan individu dengan depresi, menjadi disable. Bayangkan lagi jika misalnya terjadi pada 1% di negara berpenduduk 200Jt jiwa. Sudah berapa *potensi ekonomi yang hilang* akibat jobless karena depresi. Belum lagi beban negara untuk perawatan, beban mental care giver (keluarga), beban sosial dsb. Laporan WHO 2017 di dunia ada 300juta orang hidup dengan depresi dan angka ini terus meningkat.
Artinya apa?
Saya tidak tahu *disorder serius* seperti apa yang kamu maksud. Tapi jika kamu dalam penanganan psikolog karena depresi, bisa kita katakan ada 299,9 juta orang lain bersamamu.
Nah, jika mau sedikit kritis dengan analogi
Kenapa kita bisa berempati kanker, tapi tidak dengan depresi. Kan sama-sama gangguan, sama-sama butuh bantuan, butuh penanganan dsb. Karena literasi kesehatan mental kita masih perlu ditingkatkan.
Kembali lagi ke pertanyaan
*Bagaimana cara efektif menerima pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu?*
Kamu bisa coba *self-disclosure* artinya membuka diri pada pengalaman itu. Bisa dimulai dengan orang-orang terdekat yang kamu percaya, atau bisa bergabung di kelompok tertentu yang punya isu serupa. Atau langkahmu ke psikolog mencari pertolongan profesional juga sudah sangat baik. Ini tanda bahwa sudah ada *willingness* . Dengan *self-disclosure pada lingkungan yang tepat* maka ddukungan diharapkan muncul untuk menjadi lebih baik. Semua yang saya ceritakan ini tentunya butuh proses, maka *perkenankan* dirimu berproses dan merasakan. Terima *(accept)* , maafkan *(forgive)* dan cintai dirimu.
Semoga membantu. ππ
*
*2. Gimana cara membuat kebahagiaan sendiri, tanpa bergantung pada orang lain?*
Halo…. Saya kurang sepakat dengan menyebut _membuat_ karena bagi saya kebahagiaan itu *sudah ada* tinggal mau kah kita berusaha menemukannya.
Bagaimana bahagia tanpa bergantung pada orang lain. Saya kritisi sedikit, jika memandang bahwa manusia sebagai _zoon politicon_ artinya manusia sebagai makhluk sosial maka kita selalu butuh orang lain.
Ketika merasa belum bahagia, barangkali kita perlu mengenali dan menerima *self-accepatance* yang lebih dalam ke diri sendiri. Lihat lagi _old toxic pattern_ yang ada. Sadari, rasakan, terima, dan maafkan.
Kemudian, selalulah ingat bahwa kedaulatan diri penting, sehingga ke diri sendirilah yang memegang kendali. Ketika kebahagiaan bergantung pada orang lain, artinya kitalah yang memperkenankan orang menentukan kebahagiaan di kehidupan kita.
Caranya sederhana: *berbahagialah* , *_reclaim your own deep joy and happiness_*
Stimulasi kebahagiaan diri dengan afirmasi positif sambil melakukan tapping seperti yang saya paparkan.
Beberapa kalimat afirmasi yang bisa digunakan
*saya dicintai dan diberkahi. Saya mencintai diri saya apa adanya*
*Saya memperkenankan diri melalui hidup dengan penuh cinta dan kedamaian*
*Saya mencintai setiap bagian dalam diri dalam pikiran, tubuh, dan jiwa. Saya bahagia dan merangkul diri saya sepenuhnya*
*Damai dan harmoni selalu mengalir dalam diri saya, saya merasa tenang bahagia dan relax*
*
*3. saya Nafiah peserta seminar. Saya mau tanya. Jika seumpama Teman2 saya mengira saya kurang bahagia karena belum punya pasanganlah, sendirilah, single terus kemana2sendiri, mandiri. Tapi menurut saya sendiri utk saat ini udh bisa bikin saya bahagia, saya senang bisa melakukan apa-apa secara mandiri. Itu utk mengubah prespektif teman saya itu bagaimana?*
*Dear, Nafiah*
Temukan alasan mengapa perspektif teman-teman perlu diubah? atau mungkin sebaliknya, diri sendiri yang perlu berubah.
*Ingat,perubahan yang efektif akan terjadi jika individu *merasa* perlu, mau berubah, *willing* dan siap ( *ready* ) untuk berubah.
*
*4. Jadi gini, di lingkungan kerja saya ada laki2 yang bagi saya perilaku yg ia tampakan pada saya membuat tidak nyaman dan terlebih rasa bahagiaku menjalani pekerjaan seketika berubah jadi acak kadut (males, gak bersemangat). Ini bukan berburuk sangka atas segala kebaikannya tapi ini lebih kepada sikap kewaspadaan saya atas sikap beliau yg bagi saya itu terlalu berlebihan. Dan kebaikan2 yg ia lakukan kpd saya beda dgn kpd yg lainnya. Jadi kaya diri saya itu dispesialkan, padahal saya paling ndak suka di seperti itukan. Dan perilaku beliaulah kadang yang membuat saya menjalani pekerjaan tidak nyaman juga ndak happy bawaannya. Kadang muncul juga rasa benci kpd orang tsb saking sudah enegnya atas perilaku beliau tp masih bisa ditahan dg saya berperilaku biasa aja. Gimana si ka menghilangkan rasa kebencian ini yg kdg muncul atas kekesalan sikap org lain thdp kita dan mengubah suasana kerja saya juga nyaman terlebih agar orang itu juga tahu batasan berperilaku dgn yg lainnya. sewajarnya?*
Dear, sudah sangat baik mampu mengenali emosi benci. Kemudian benci ini adalah isu yang menjadi fokus
Secara praktis, kamu bisa mengambil suatu waktu tanpa gangguan, posisikan diri dengan nyaman dan rileks, bisa sambil memejamkan mata.
Ambil lah jarak dengan diri, berposisilah sebagai *pengamat*. Temui benci dalam dirimu, ajak dia berdialog tanyakan
1. Apa yang benci inginkan darimu?
2. Benci melidungimu dari apa?
Terima, maafkan dan sayangi benci. Jika tahapan ini berhasil maka kamu bisa mengelola benci. Sekali lagi perubahan memerlukan proses perkenankan diri berproses.
Mari kita rasionalkan, dari sekian banyak emosi yang ada mengapa yang muncul benci?
Jika ada kemampuan memunculkan benci, maka seharusnya ada kemampuan yang sama untuk memunculkan emosi yang lebih positif.
Semoga cukup membantu
*
*5. Terlalu memikirkan penilaian orang lain terhadap kita.. itu kah ciri tidak bahagia?*
*Lalu bagaimana meminimalisir tidak memikirkan penilaian orang lain terhadap diri kita?*
*Dan juga bagaimana agar kita bisa bahagia tanpa harus memenuhi segala keinginan orang lain agar kita ini berbuat ini ini dan itu ?*
Halo, pertanyaannya serupa tapi tak sama. Silahkan merujuk jawaban saya di pertanyaan nomer 2, atau bisa dilihat kembali paparan semalam. *Dalam hal ini, perkenankan diri berproses, mau, dan siap*
Selamat berproses :)
πAlhamdulillah.
Ketika kita melangkah, maka kemudian masuklah, terima semua pengalamannya, dan maafkan hal-hal yang diluar kendali. Karena kita manusia terbatas.
Sekian dari saya, mohon ijin undur diri. Terima kasih untuk kebersamaannya, semoga kebahagiaan senantiasa meliputi kita semua.
Selamat berproses ☺ππ
Wassalamualaikum Warahmatullah
**
Berikut lanjutan Q&A kenapa aku tidak bahagia. Semoga mulai malam ini sampai malam-malam berikutnya kita tidak lupa untuk selalu bahagia, ya.
Sebelum tidur, coba kamu sebutkan tiga hal yang buat kamu bahagia hari ini lalu di catat! Nanti suatu hari dimana mood mu kurang baik, coba buka lagi deh buku catatanmu. Bilang sama diri kamu kalau misalnya bahagia itu sementara, maka kesedihan yang kamu rasakan pun sifatnya sementara juga. Coba lebih dekat yuk, sama yang maha membolak-balikkan hati manusia.
Senyum via kumparan |
Semoga bermanfaat
Salam
Komentar
Posting Komentar