TEKNOLOGI
TELAH MENGUBAH INTERAKSI MANUSIA
(Oleh: Bela Putra Perdana)
Teknologi telah memberikan
kontribusi yang sangat besar untuk pemerataan, kecepatan, dan layanan ekonomi.
Masih ingatkah Anda bagaimana hadirnya teknologi mampu membuat pekerjaan kita
menjadi lebih cepat dan mudah untuk diselesaikan, teknologi telah merubah
semuanya.
Dunia cyber menarik
miliaran orang untuk menjadi semacam komunitas sendiri yang mempunyai tata cara
dan kebiasaan yang berbeda dengan cara-cara yang kita kenal di masa lalu. Kini
sebagian besar waktu manusia dihabiskan dalam dunia maya.
Di sinilah muncul “wirausaha” yang menawarkan segala jasa dalam bentuk platform. Sebab, informasi-informasi yang berserakan dan ditinggalkan manusia dalam jejak-jejak digitalnya merupakan sesuatu yang penting dan menciptakan peluang bagi mereka untuk mempertemukan kebutuhan sekaligus menawarkan berbagai hal.
Di sinilah muncul “wirausaha” yang menawarkan segala jasa dalam bentuk platform. Sebab, informasi-informasi yang berserakan dan ditinggalkan manusia dalam jejak-jejak digitalnya merupakan sesuatu yang penting dan menciptakan peluang bagi mereka untuk mempertemukan kebutuhan sekaligus menawarkan berbagai hal.
Namun tanpa
kita sadari teknologi juga telah merubah interaksi manusia. Para psikolog
menemukan gejala-gejala efek negatif yang perlu kita renungkan dan atasi
bersama. The
new york post, November 2017, menyebutkan, orang
Amerika Serikat sudah kecanduan dunia cyber.
Ini ditandai dengan rata-rata orang mengecek smartphone setiap dua belas menit sekali atau delapan puluh kali
dalam satu hari.
Studi lain yang melibatkan dua ribu responden dari berbagai
negara menemukan, satu di antara sepuluh orang bahkan melakukan pengecekan smartphone setiap empat menit sekali. Survei
lain di lakukan di Inggris mendapatkan rata-rata warga Inggris mengecek smartphone 28 kali per hari.
Sementara
itu, jumlah orang yang bisa mengakses internet meningkat hampir tujuh kali
lipat, dari 6,5 persen pada tahun 2000 menjadi 43 persen pada 2015, dan menjadi
sekitar 60% pada 2017 dari total populasi global. Berdasarkan data Davos Summit
(2016), lebih dari 3,2 miliar orang telah terhubung secara online. Jangan heran kalau dalam waktu kurang dari sepuluh tahun
saja, penjualan smartphone telah
tumbuh dari sekitar dua miliar pada 2005 menjadi tujuh miliar pada 2015.
Di
Indonesia sendiri menurut kominfo pada tahun 2018 pengguna aktif smartphone berjumlah
lebih dari 100 juta orang. Bisa dibayangkan ketergantungan manusia terhadap
teknologi ini.
Teknologi dan platform
mengubah pola hubungan interaksi manusia itu benar adanya. Hal ini dapat kita
lihat di kehidupan sehari-hari. Dimana teknologi dan platform membuat orangtua
mulai tidak fokus dalam mengasuh anaknya khususnya anak yang masih bayi.
Separuh perhatiannya ada di gawai yang selalu menemani ibu. Padahal, pola asuh sangat
memengaruhi kepribadian anak dan hubungan orangtua-anak di masa depan.
Sementara semakin banyak kita temui ibu-ibu muda yang tengah menyusui, namun
asyik dalam percakapan di media sosial. Bayi yang lahir di abad 21 ini, bisa
jadi dibesarkan dengan pola asuh dan hubungan emosional yang berbeda.
Setelah
itu, memasuki usia kanak-kanak, mereka tidak lagi banyak ditemui di lapangan
bermain. Anak-anak fokus pada tablet masing-masing.
Mereka menyepi dalam kamarnya, lalu hanyut dengan online games atau mainan-mainan digital. Merasa ramai dalam
kesepian.
Platform juga lahir
dalam mempertemukan orang-orang yang dulu hidup di alam yang tidak biasa. Di
dunia digital, manusia mulai berkenalan dengan banyak orang baru, termasuk
“para pemalu” yang bersembunyi di dunia yang tidak kelihatan.
Hal-hal yang dulu
kita anggap tabu atau abnormal untuk di perbincangkan, tiba-tiba menjadi sangat
biasa dalam kehidupan anak-anak pada masa kini. Mereka penasaran menjelajahi deepweb dan darkweb, “dunia gelap” yang menjadi tempat bersembunyinya para
predator atau orang-orang yang merasa tidak punya tempat dalam kehidupan
normal.
Tindakan kejahatan yang
awalnya nyata terlihat, kini menjadi semakin “tak terlihat”. Kasus kriminalitas
yang biasanya terjadi di jalanan, perampokan, penipuan, pemerasan, human trafficking, penjualan obat-obatan
terlarang, bahkan prostitusi berpindah ke dunia maya dan luput dari pantauan
polisi.
Belum lagi kemunculan berita hoaks, pencurian dokumen rahasia,
peretasan situs dan pemerasan, pembobolan rekening bank, penyebaran video
porno, serta prilaku menyimpang seperti cyber
bullying. Dampak tindakan kriminal itu memang kasat mata, namun pelaku
kriminal sebetulnya sulit sekali untuk di cari.
Teknologi telah merubah
interaksi manusia itu benar adanya. Mary Aiken seorang cyber-psychologist dalam bukunya yang berjudul Cyber Effect Psychology (2016) mengamati perilaku-perilaku tertentu
yang bisa diperkuat dan dipercepat dalam dunia online. Misalnya, perilaku altruisme atau sikap mengutamakan
kepentingan orang lain. Seseorang bisa menjadi lebih altruistik, lebih murah
hati dalam memberikan sumbangan melalui online
crowdfunding dibandingkan dengan bantuan langsung pada pihak lain.
Teknologi membuat manusia lebih mudah percaya karena dianggap lebih transparan,
lebih dapat diawasi, dan lebih mempermudah transaksi.
Efek cyber lain yang Aiken temukan adalah
orang menjadi lebih mudah percaya kepada orang lain yang mereka temui secara online dan dengan cepat memberikan
informasinya yang bersifat pribadi. Hal ini berdampak pada hubungan pertemanan
maupun relasi intim yang lebih cepat terjalin. Orang menganggap dirinya
aman-aman saja ketika berinteraksi di dunia maya.
Dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan semua hal yang terjadi saat ini, teknologi memang benar telah
mengubah interaksi manusia. Hal tersebut tidak dapat lagi di hindari karena
memang sudah menjadi konsekuensi adanya teknologi di sekitar kita. Namun hal
tersebut dapat diminimalisir dengan mempertahankan kebiasaan dan budaya baik
yang sudah kita punya sejak dahulu, seperti contohnya membiasakan diri untuk
bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan agar sikap individualis akibat
kemudahan teknologi dapat sekiranya diatasi.
Selain itu kita juga perlu
membentuk kepolisian yang tangguh untuk mengatasi cybercrime. Kita perlu menetapkan langkah-langkah nyata untuk
membangun kecerdasan, mencegah perpecahan, pergeseran nilai-nilai moral, dan
tentu saja membangun iklim kehidupan yang sehat.
Note: Artikel ini dipublikasikan di blajar.id
Kecanduan gawai via lifestyle okezone |
Komentar
Posting Komentar