Langsung ke konten utama

Manusia boleh berencana: Aku bukan gajah yang dulu

Hallo Bels


Masih disuasana tahun baru, aura optimis tentang resolusi di tahun yang baru masih terngiang. Rangkaian renjana yang sudah matang ditulis dalam buku menjadi pecutan kita untuk dapat menyelesaikannya di penghujung tahun nanti. Terbesit sedikit di dalam hati, apakah semua resolusi ini hanya akan menjadi resolusi kosong yang hanya direncanakan namun minim aktualisasi. Ah, inilah yang sering terjadi dalam hidup kita, punya resolusi hanya sebagai lecutan di awal tahun saja biar nggak kalah sama orang lain. Semua begitu menggebu di awal, namun sulit sekali dilakukan. Akhirnya tanpa sadar resolusi yang kita buat saat ini sebagiannya adalah rosolusi kita di tahun sebelumnya.

** 

Sebetulnya nggak selalu kemampuan kita yang kurang, ataupun resolusi yang kita tulis itu terlalu tinggi untuk dicapai. Seringnya keluar dari zona nyaman dan rasa takut salah karna pernah gagal sebelumnya lah yang membuat kita sepesimis ini. Sehingga punya resolusi sebanyak apapun rasanya mustahil untuk dicapai. Kalau diperhatikan kisah kita ini mirip sekali dengan kisah gajah di kebun binatang, ya. Kalau kalian pernah ke kebun binatang atau tempat penangkaran gajah, pernah heran nggak sih dengan gajah yang ada disana. Begitu tidak berkutiknya dia ketika diikat disuatu pasak yang ukurannya begitu kecil bila dibandingkan besar badan gajah tersebut. Bahkan jika gajah itu memberontak, pasak tersebut pasti dapat jebol dengan mudahnya. Lantas mengapa dia begitu takhluk dengan pasak itu?

**

Kisah sebenarnya dimulai ketika gajah itu masih kecil. Dulu ketika gajah masih kecil, ia diikat dengan rantai dan pasak yang seimbang dengan ukurannya. Sang Gajah kecil pun tentu berusaha untuk melepaskan rantai dan pasak yang membelenggunya. Akan tetapi, rantai dan pasak tersebut terlalu kuat baginya. Sekuat apapun gajah berusaha memberontak, rantai dan pasak itu tak bergeming sedikit pun. Usahanya seakan sia-sia. Sampai akhirnya dia meyakini dalam hatinya bahwa percuma saja ia mencoba. Sekuat apa pun ia mencoba ia tak akan mampu bebas dari rantai tersebut. Sampai kapan pun ia tak akan mampu bebas dari rantai yang membelenggunya itu. Sang gajah kecil pun menyerah dengan kondisinya.

**

Gajah kecil kini telah menjadi dewasa. Ukuran badannya sudah jauh lebih besar dibandingkan dulu. Badannya boleh membesar, umurnya boleh semakin dewasa, namun keyakinannya terhadap rantai itu masih sekecil dulu. Meskipun sang pawang gajah tak pernah mengganti rantai dan pasak kecil yang digunakannya dulu, sang gajah masih meyakini bahwa sampai kapan pun dia tak akan mampu bebas dari rantai yang membelenggunya. Padahal dengan potensi kekuatannya saat ini, ia sebenarnya sangat mampu untuk membebaskan diri. Gajah itu terbelenggu, bukan terbelenggu oleh rantainya, namun terbelenggu oleh pikirannya sendiri sehingga ia tidak mampu membebaskan potensi yang tidak ia sadari.

**

Boleh jadi apa yang kita alami mirip dengan apa yang dirasakan sang gajah. Pengalaman buruk masa lalu membuat kita nggak berani melangkah lebih jauh. Dan boleh jadi juga reaksi yang kita keluarkan bahkan lebih buruk dari sang gajah. Selain nggak berani untuk mencoba kembali apa yang udah pernah kita rasakan gagalnya di tahun yang lalu, kita justru malah nyinyir kepada orang lain yang baru mau mencobanya. Menyedihkan, ya?

**

Tapi kita sebagai manusia dianugerahkan sebuah akal. Kita nggak mau selamanya dibayangi rasa takut gagal. Mencoba adalah pilihan yang kita pilih agar mampu keluar dari zona nyaman. Kita nggak mau terus menerus diikat oleh sebuah pasak kehidupan, karna kita tahu kita mampu untuk keluar dari semua itu. Mencari makanan sendiri diluar lebih kita sukai daripada disuapi oleh pawang.

**

Tentu cerita ini dimaksudkan bukan untuk menyama-nyamakan kita dengan gajah, ataupun mendiskreditkan gajah sebagai salah satu hewan yang dilindungi bahkan dianggap suci di daerah tertentu. Akan tetapi hal positif yang dapat kita ambil adalah kesadaran kita sebagai manusia yang diberi akal dan fikiran untuk nggak mudah menyerah, dan pesimis melihat setiap peluang yang ada. Manusia boleh berencana, namun perkara hasil biar Tuhan yang menentukan. Bukankah kita hanya disuruh untuk mencoba dan terus mencoba, lantas kenapa kita masih belum melakukannya? Mudah-mudahan ditahun yang baru ini kita betul-betul menjadi pribadi yang baru juga, menjadi pribadi yang mampu memimpin diri sendiri dengan lebih baik. Sehingga apapun hasilnya yang kita dapat, nggak akan pernah kita sesali karna semua sudah dilakukan dengan maksimal sekuat kemampuan kita. Biar sisanya, Tuhanlah yang memampukan, memintarkan, dan mencukupkan.

Kamu setuju?


"Memimpin diri sendiri mendahului memimpin orang lain"
-Stephen Covey-
Gajah diikat pada pasak via gudanginspirasi.com

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewirausahaan : Teori Life Path Change

Menurut Shapero dan Sokol (1982) dalam Sundjaja (1990), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak memali proses yang direncanakan. Antara lain disebabkan oleh: a.       Negative displacement       Seseorang bisa saja menjadi wirausaha gara-gara dipecat dari tempatnya bekerja, tertekan, terhina atau mengalami kebosanan selam bekerja, dipaksa/terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena sudah memasuki usia pensiun atau cerai perkawinan dan sejenisnya.        Banyaknya hambatan yang dialami keturunan Cina untuk memasuki bidang pekerjaan tertentu (misalnya menjadi pegawai negeri) menyisakan pilihan terbatas bagi mereka. Di sisi lain, menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya, menjadi wirausaha pada kondisi seperti ini adalah pilihan terbaik karena sifatnya yang bebas dan tidak bergantung p...

Agriyaponik: Membangun Agroindustri Berkelanjutan dari Cibubur, Indonesia

Di tengah kawasan Cibubur yang asri dan tidak jauh dari hiruk-pikuk Jakarta, sebuah revolusi pertanian sedang berlangsung secara senyap namun berdampak besar. Di persimpangan antara teknologi, keberlanjutan, dan ketahanan pangan, berdirilah Agriyaponik —sebuah inisiatif agroindustri inovatif yang mendefinisikan ulang cara kita menanam, mengonsumsi, dan memandang pangan di Indonesia. Apa Itu Agriyaponik? Agriyaponik adalah usaha agroindustri modern yang menggabungkan dua sistem pertanian tanpa tanah: akuaponik dan hidroponik . Sistem ini memadukan budidaya tanaman dan ikan dalam satu ekosistem tertutup yang saling menguntungkan. Metode ini secara signifikan menghemat penggunaan air, tidak memerlukan lahan luas, serta menghilangkan kebutuhan akan pupuk kimia atau pestisida. Berlokasi di Cibubur , Agriyaponik bukan sekadar kebun. Ia adalah laboratorium hidup untuk pertanian berkelanjutan, pusat pelatihan bagi petani urban masa depan, dan model sistem pangan masa depan di wilayah padat ...

Memilikimu-Tere Liye

Sepetik karya Tere Liye Sunset via unplash Aku mencintai sunset. Menatap kaki langit, ombak berdebur. Tapi aku tidak pernah membawa pulang matahari ke rumah. Kalaupun itu bisa kulakukan, tetap tidak akan kulakukan. Aku menyukai bulan, entah itu sabit, purnama, tergantung di langit sana. Tetapi aku tidak akan pernah memasukkannya ke dalam ransel. Kalaupun itu mudah kulakukan, tetap tidak akan kulakukan. Aku menyayangi sebuah mawar, berbunga warna-warni mekar semerbak. Tapi aku tidak akan memotongnya, meletakkannya di kamar, tentu bisa kulakukan apa susahnya. Namun tidak akan kulakukan. Aku mengasihi kunang-kunang, terbang mendesing kerlap kerlip di atas rerumputan yang gelap. Tapi aku tidak akan menangkapnya di botolkan menjadi penghias di meja makan. Tentu masuk akal dilakukan, pakai perangkap. Namun tidak akan pernah kulakukan. Ada banyak sekali jenis cinta di dunia ini. Yang jika kita cinta, bukan lantas harus memiliki. Ada banyak sekali jenis suka, kasih dan sayang...