Langsung ke konten utama

Cultural Journey to Bangka Belitung – 2017

In 2017, I had the incredible opportunity to travel to Bangka Belitung Islands with three of my friends. While the natural beauty of the islands — with their pristine beaches, giant granite rock formations, and turquoise waters — was absolutely breathtaking, what truly made our trip unforgettable was the richness of the local culture.

Bangka Belitung is a region deeply influenced by Malay culture, with strong traces of Chinese and Indonesian heritage blending seamlessly together. This cultural fusion is reflected in everything from the language, architecture, food, and daily traditions of the people.

One of the first things we noticed was the warm hospitality of the locals. Whether we were exploring small villages or visiting coastal towns, people greeted us with smiles and genuine curiosity. We had conversations with fishermen, market vendors, and school children — all proud of their heritage and eager to share stories about their land and traditions.

Traditional Customs & Beliefs

We learned about local ceremonies tied to fishing and agriculture — rituals passed down through generations to honor nature and ancestral spirits. In Bangka, for example, there are traditions where villagers give offerings to the sea before beginning a fishing season, showing respect for the ocean that sustains their livelihood.

The locals also maintain strong family values and a close-knit community lifestyle. Elders are highly respected, and social gatherings often involve the entire village. During our visit, we even had the chance to watch a traditional dance performance, accompanied by live music using local instruments like gendang (drums) and gambus (string instruments).

Cultural Influences

Bangka Belitung is also home to a significant Chinese-Indonesian population, particularly descendants of Hakka Chinese who migrated to the islands centuries ago to work in tin mining. Their cultural legacy remains strong, especially in Bangka, where we saw beautiful Buddhist and Taoist temples, and tasted delicious Peranakan cuisine.

This mix of Malay and Chinese traditions has given rise to a unique identity. For instance, during certain festivals like Cap Go Meh or local versions of Ceng Beng (Tomb-Sweeping Day), communities gather for colorful parades, rituals, and feasts — showcasing the harmonious blend of belief systems.

Laskar Pelangi School – A Symbol of Hope

One of the most emotional parts of our cultural journey was visiting the famous Laskar Pelangi School in Belitung. Made famous by the bestselling novel and film Laskar Pelangi (The Rainbow Troops), the school symbolizes the spirit of perseverance, education, and dreams. The story of these children from a humble village — fighting against all odds to learn and grow — is a powerful reflection of the soul of Bangka Belitung.

Standing in that simple wooden schoolhouse, we were reminded of how culture is not just about history or tradition, but also about the values and dreams people carry forward. It was a humbling and inspiring experience.


Our journey to Bangka Belitung was not just a holiday; it was a deep dive into a vibrant, resilient, and welcoming culture. It opened our eyes to the importance of preserving tradition while embracing progress — a lesson that stays with us to this day.


Bela Putra Perdana

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kewirausahaan : Teori Life Path Change

Menurut Shapero dan Sokol (1982) dalam Sundjaja (1990), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak memali proses yang direncanakan. Antara lain disebabkan oleh: a.       Negative displacement       Seseorang bisa saja menjadi wirausaha gara-gara dipecat dari tempatnya bekerja, tertekan, terhina atau mengalami kebosanan selam bekerja, dipaksa/terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena sudah memasuki usia pensiun atau cerai perkawinan dan sejenisnya.        Banyaknya hambatan yang dialami keturunan Cina untuk memasuki bidang pekerjaan tertentu (misalnya menjadi pegawai negeri) menyisakan pilihan terbatas bagi mereka. Di sisi lain, menjaga kelangsungan hidup diri dan keluarganya, menjadi wirausaha pada kondisi seperti ini adalah pilihan terbaik karena sifatnya yang bebas dan tidak bergantung p...

Kalau saja aku mampu-Fiersa Besari

Puisi karya Fiersa Besari Marry me? via unplash Kalau saja aku mampu, sudah kukejar langkahmu agar kita dapat berjalan berdampingan. Kalau saja aku mampu, sudah kuhiasi hari-harimu dengan penuh senyuman. Kalau saja aku mampu, sudah kutemani dirimu saat dirundung kesedihan. Kalau saja aku mampu, sudah kupastikan bahwa aku pantas untuk kau sandingkan. Kalau saja aku mampu, sudah kubalikkan waktu agar saat itu tak jadi mengenalmu. Kalau saja aku mampu, sudah kuarungi hariku tanpa harus memikirkanmu. Kalau saja aku mampu, sudah kutarik jiwaku yang ingin berada di sebelahmu. Kalau saja aku mampu, sudah kuminta hatiku agar berhenti merasakanmu. Tapi, aku mampu untuk memandangimu dari kejauhan tanpa pernah berhenti mendoakan. Aku juga mampu menjadi rumah untukmu, menunggumu yang tak tahu arah pulang. Sungguh aku mampu merindukanmu tanpa tahu waktu, tanpa sedikitpun alasan. Untukmu, aku mampu. Karena kau pantas dengan semua pengorbanan. " Rasa yang tidak t...

Kewirausahaan : Tujuan Pembentukan Wirausaha

      Teori-teori diatas sudah menjelaskan mengenai bagaimana proses seseorang dapat menjadi wirausaha. Walau teori tersebut masing-masing berdiri sendiri, sebenarnya ke empat teori tersebut saling mengisi. Dengan memadukan ke empat teori tersebut dapat menjadi model tahapan pembentukan yang sifatnya lebih komprehensif. Tahapan tersebut adalah: Deficit equilibrium Seseorang merasa adanya kekurangan dalam dirinya dan berusaha untk mengatasinya. Kekurangan tersebut tidak harus berupa materi saja, namun dapat juga berupa ketidakpuasan terhadap dirinya sendiri (motivasi, standar internal, dan lain-lain). Deficit equilibrium dapat pula terjadi karena berubahnya jalur hidup, seperti jika seseorang mendapat tekanan atau hinaan, misalnya baru keluar dari penjara, serta mendapat dukungan dari orang lain (Shapero & Sokol, 1982). Pengambilan keputusan menjadi wirausaha Perasaan kekurangan mendorong dia untuk mencari pemecahannya , untuk itu dia me...